Half-of-Deen; She

tumblr_na22mdwoEc1qf8em3o1_500
picture credit: tumblr.com

Half-of-Deen; She

BY AYACHAAN

================================

“Kau milikku, ku milikmu. Kita satukan tuju.” – Teman Hidup, Tulus.

Ghaitsa Ayasofya—gadis bijak seindah hujan yang meneduhkan.

Ghaitsa, kerapkali aku memanggilnya begitu, tanpa penggalan silabel apapun. Setiap kali nama itu keluar dari kedua belah bibirku, serebrumku selalu memutar ingatan mengenai rinai hujan yang meneduhkan terik matahari; bau tanah yang menyegarkan; udara sejuk nan nyaman. Seperti dirinya.

Ia bukan bunga kampus, meskipun paras Ghaitsa tak bisa juga dibilang pas-pasan. Kulitnya putih langsat dengan garis wajah yang tenang. Alisnya tak begitu tebal, juga tak terbentuk ala alis-alis salon. Matanya bulat dengan iris cokelat terang yang selalu berbinar setiap kali ia berargumen. Hidungnya kecil namun bangir. Bibirnya sedikit tebal dengan rona merah jambu yang semakin manis kala berpadu dengan kurva riangnya. Namun ada satu hal yang membuatku begitu terpesona pada sosoknya; jilbab* dan khimar* panjang yang tak pernah absen menemani langkah kakinya, pun juga kaus kaki sewarna kulit—yang bahkan tetap ia kenakan walau telah basah oleh genangan air. Aku jatuh hati pada keteguhannya.

*

Hari itu kampus begitu hiruk-pikuk oleh segerombolan orang yang belum melepaskan euforia sebagai mahasiwa baru. Ck, kemana-mana terasa sesak; perpustakaan penuh, kantin apalagi. Bahkan, tribun yang biasanya kosong melompong kini malah diisi oleh sekitar empat puluh orang untuk duduk-duduk di beberapa titik. Akhirnya aku memilih kembali ke mushola untuk menghabiskan waktu dhuha sembari menunggu kelas selanjutnya.

“…seperti salah seorang sahabat, Mush’ab bin Umair,….” Aku mendengar dengan jelas kalimat barusan bersumber dari bagian akhwat*. Suasana mushola di waktu dhuha begini memang paling kondusif dan seringkali dimanfaatkan untuk halaqoh*. Nampaknya, aku akan ikut menyimak halaqoh tim akhwat dibalik hijab sana untuk kali ini. Tak apalah, sekalian menambah ilmu.

Waktu berlalu sementara perhatianku mulai teralihkan pada modul kuliah yang kutekuri. Hingga tiba-tiba tanpa peringatan sebuah kalimat menyusup ke gendang telingaku, “Kak Ghaitsa, aku nanya ya….”

Astagfirullah. Desiran itu masuk tanpa permisi ke relung hati. Benar-benar syaiton ini, batinku merapal istigfar berkali-kali—berusaha menghalau arus desiran yang tak ada hak untuk kurasakan. Kusadari bahwa Islam telah mengatur bagaimana penyelesaian kala naluri berkasih sayang umat manusia tercetus ke permukaan; halalkan atau lupakan. Pilihan pertama tentu tak mampu kupilih sebab saat itu aku hanyalah mahasiswa tingkat akhir yang sedang berjibaku dengan skripsi. Sementara pilihan kedua—walaupun berat—itulah satu-satunya jalan yang mampu kutempuh.

Ah, aku teringat pada salah satu janjiNya yang begitu indah dalam Al-quran, wanita baik untuk lelaki baik* pun juga titah baginda Rasulullah dalam hadist, barang siapa tidak mampu (menikah) maka berpuasalah*. Senyum pengharapan kukulum sembari beranjak dari mushola pagi hari itu dibersamai oleh tekad perbaikan diri. Hingga tak lagi kutahu mengapa raga ini begitu ringan merajut puasa demi puasa sunnah setiap harinya; juga merapal doa di penghujung malam; pun lebih menggiatkan diri di jalan dakwahNya. Berikutnya ialah kuasa Allah swt. yang menuntun langkah kakiku hingga mampu melenggang mantap menuju kediaman seseorang yang membuatku merasa surga lebih dekat hanya dengan mengingatnya.

Ghaitsa, lagi-lagi nama itu terdengar begitu indah di telingaku. Aku mengingatnya sebagai seorang yang teguh pada pendirian, lemah lembut dalam bersikap dan dapat berubah menjadi singa betina ketika keterikatannya kepada hukum Allah diusik. Masih terekam jelas dalam ingatanku tentang misinya membina rumah tangga, tepat di kali pertama aku berbincang dengannya dalam proses ta’aruf kami.

“Definisi sakinah bagimu seperti apa, Ghaitsa?” tanyaku kala itu.

Ia tersenyum simpul. Binar bagai gemintang menari di netranya. “Sakinah itu seperti biduk yang di dalamnya membersamai adalah ketentraman; melecutkan semangat dakwah adalah kebiasaan. Di sana generasi terbaik ummat Islam pertama kali ditempa; pun rencana dakwah sebagai poros hidup disusun. Surga adalah titik tuju mereka, ridhoNya ialah standar hidup,” jawabnya tenang.

Aku menahan napas. Definisi kata sakinah yang baru saja ia kemukakan berada diluar perkiraanku. Tidak ada textbook-based dari kalimatnya barusan, hingga kuyakin bahwa apa yang ia kemukan itu ialah misi pernikahannya. Ghaitsa, seketika kau menjelma seperti Hamnah binti Jahsyi dan aku berharap menjadi Mush’ab bin Umair.

*

FIN #160809

Jilbab adalah pakaian yang dipakai rangkap di atas pakaian dalam yang menjulur dari atas ke bawah, menutupi kaki (QS. Al-Ahzab: 59)

Khimar adalah kain yang menutup rambut hingga menutup dada. (QS. An-Nur: 31)

Akhwat berarti saudara perempuan (jamak)

Halaqoh berarti lingkaran (bahasa arab). Istilah ini biasanya digunakan untuk menyebut beberapa orang yang duduk melingkar dan mengkaji Islam

TQS. An-Nur: 26 “Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji (pula). Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).

Hadist Rasulullah saw: ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu. Ia menuturkan: “Kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemuda yang tidak mempunyai sesuatu, lalu beliau bersabda kepada kami:  ‘Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng). HR. Al-Bukhari (no. 5066) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1402) kitab an-Nikaah, dan at-Tirmidzi (no. 1087) kitab an-Nikaah.

YAY, akhirnya bisa memperkenalkan siapa di balik aku-kau Half-of-Deen; Akhyar-Ghaitsa. Semoga kalian menikmati cerita yang mereka suguhkan yaa ^^

Much love ❤

AYACHAAN

2 thoughts on “Half-of-Deen; She

  1. Kereen aya, cerita romance yang beda 🙂 di saat yang lain seenaknya mengumbar nafsu, ceritamu beda. Salut! Semoga aku juga bisa nulis yang bermanfaat seperti ini 🙂

    1. Alhamdulillah… makasih yah Ami ❤ (btw, lama gak bersua semoga kamu dalam keadaan baik di lindunganNya ya ^^)
      Iyaa nih, aku berusaha beralih dari romance yang dulu-dulu aku tulis ke tulisan seperti diatas. Karena sadar kalau tulisan inipun akan di hisab nantinya :"
      Semangat Ami… hamasah! Insyaa Allah pasti bisa juga bikin sesuatu yang lebih bermanfaat dan bagus lagi dari pada tulisan ini ^^9

      Terimakasih yaa udah berkunjung ^^

Please, leave a reply